Thursday, 8 August 2013

Malala Yousatzai, anak sekolah paling berani di dunia

Halo adik-adik pembaca BIAS..

Kali ini mari kita mengenal sosok anak sekolah paling berani di dunia. Nama anak ini Malala Yousatzai, lahir pada Juli 1997 dan sekolah di kota Swat, Pakistan.

Malala mengalami nasib malang dalam hidupnya ketika diserang dan ditembak oleh tentara Taliban pada tanggal 8 Oktober 2009. Tentara Taliban pada tahun 2009 itu, mulai 15 Januari, melarang anak-anak perempuan di kota Swat pergi ke sekolah.

Nah ketika Malala dalam perjalanan dari sekolah ke rumah, naik bis sekolah, tiba-tiba dua tentara Taliban menembaknya di dahi. Malala terkapar dan pingsan tak sadarkan diri.

Malala langsung dibawa ke rumah sakit terdekat untuk dirawat lalu kemudian dibawa ke rumah sakit Queen Elizabeth (Ratu Elisabeth) di kota Birmingham, Inggris karena kondisi Malala yang sangat mengkuatirkan.
Tapi beruntung, setelah 10 hari tidak sadarkan diri (pingsan atau mengalami koma), Malala sadar dan buka mata di hari ke 11. 

Malala mengalami nasib malang ini ketika berusia 14 tahun dan duduk di kelas 8. Dia ditembak karena (menurut Taliban) Malala berjuang keras untuk hak memperoleh pendidikan.

Pada 12 Juli 2013, Malala mendapat penghargaan dari PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), dan ditetapkan tanggal 12 Juli sebagai Hari Malala (Malala Day).

Sekitar 500 anak dari 85 negara hadir saat Malala menerima penghargaan di markas PBB di kota New York, Amerika Serikat.

"Malala Day is not my day. Today is the day of every woman, every boy, and every girl who have raised their voice for their rights." Though she has become a global symbol of hope for millions of girls around the world, Malala emphasized that "thousands of people have been killed by the terrorists and millions have been injured. I am just one of them. So here I stand. So here I stand, one girl, among many. I speak not for myself, but so those without a voice can be heard," kata Malala saat berbicara di markas PBB.

(Malala Day bukan hariku. Hari ini adalah hari milik setiap perempuan, setiap anak laki-laki, setiap wanita yang telah bersuara untuk hak-hak mereka. Ribuan orang telah terbunuh dan terluka oleh kekejaman teroris. Dan saya adalah satu diantaranya. Karena itu saya bisa berdiri di sini, seorang perempuan, diantara yang banyak. Saya tidak bicara untuk diri saya tapi untuk mereka yang suaranya tidak terdengar.)

Malala juga mengatakan dirinya tidak dendam pada Taliban yang telah mau membunuhnya, meski dia diberi senjata. Dia kemudian berkata, "This is what my soul is telling me: Be peaceful and love everyone... This is the philosophy of nonviolence that I have learned from Gandhi, Bacha Khan and Mother Teresa."

(Apa yang suara hati katakan kepada saya adalah Berdamailah dan cintailah setiap orang... Ini filosofi antikekerasan yang saya belajar dari Gandhi, Bacha Khan, dan Mother Teresa.)

Malala juga mengatakan bahwa Islam adalah agama yang mencari kedamaian dan selalu mendorong umatnya memperoleh pendidikan, dan teroris telah salah memanfaatkan ini untuk kepentingan mereka sendiri.

Kisah Malala

Sabtu (3 Januari 2009)
Saya takut karena mimpi buruk lihat helikopter tentara Taliban. Saya mulai sering mimpi begini sejak diberlakukan operasi militer di kota Swat. Saya takut ke sekolah karena Taliban mengeluarkan perintah melarang seluruh anak perempuan pergi ke sekolah. Dari 27 siswa di kelasku, hanya 11 orang yang sekolah, dan terus berkurang setelah ada larangan oleh Taliban. Tiga teman saya sudah pindah ke kota lain. Dalam perjalanan ke rumah saya dengar seorang laki-laki mengatakan "Saya akan bunuh kamu". Saya segera menoleh ke belakang ternyata laki-laki itu sedang mendekati saya. Namun saya yakin laki-laki itu sedang bicara dengan seseorang melalui handphone (HP).

Minggu (4 Januari 2009)
Saya bangun terlambat, sekitar jam 10 pagi. Saya dengar ayah saya bicara tentang 3 korban penembakan oleh tentara Taliban yang ditemukan di sebuah tempat di kota Swat. Saya tentu punya perasaan buruk mendengar berita ini. Sejak operasi militer, kami sudah tidak bisa jalan-jalan, pergi piknik lagi hampir selama satu tahun lebih. Saya hanya tinggal di rumah dan bermain dengan adikku. Tapi hatiku berdebar kencang - karena esok hari saya harus ke sekolah.

Senin (5 Januari 2009)
Saya siap-siap ke sekolah dan hampir saja pakai seragam padahal pihak sekolah telah melarang kami memakai seragam. Saya pilih pakai baju pink, warna favorit saya, demikian teman-teman saya. Salah satu teman datang menghampiri saya dan berkata, "Dalam nama Tuhan, jawab saya dengan jujur. Apakah sekolah kita akan diserang Taliban?" Lalu ketika sore hari, di rumah, saya nonton televisi dan ada berita bahwa operasi militer (jam malam) di kota Shakardra dihentikan setelah 15 hari. Saya senang karena guru saya tinggal di wilayah itu dan tentu akan bisa ke sekolah lagi untuk mengajar.

Rabu (7 Januari 2009)
Saya pergi ke kota Bunair untuk menghabiskan hari libur Muharram (hari libur Islam). Saya dan keluarga sangat bahagia berlibur di tempat ini, karena kota Bunair ada di pegunungan dan hijau, juga tidak ada penembakan dan ketakutan di sana.

Jumat (9 Januari 2009)
Saya dan teman-teman sekolah mulai bicara tentang kabar burung bahwa Maulana Shah Dauran, yang sering bicara di radio FM dan pernah mengumumkan larangan oleh Taliban untuk anak perempuan ke sekolah, telah mati dibunuh. Saat di rumah, lewat televisi, dengar ada berita bom di kota Lahore. Saya lalu bertanya dalam hati "mengapa bom sering saja terjadi di Pakistan?"

Rabu (14 Januari 2009)
Saya mengalami mood/perasaan yang tidak enak saat ke sekolah karena musim dingin akan datang besok. Pihak sekolah umumkan sekolah libur tapi tidak memberitahu kapan sekolah dimulai kembali. Ini kejadian pertama kalinya karena tidak biasa sebelumnya. Tapi saya mulai mengira ini terkait dengan larangan Taliban agar anak-anak perempuan tidak boleh ke sekolah, mulai esok hari tanggal 15 Januari 2009. Beberapa teman saya memilih pindah ke tempat lain untuk melanjutkan sekolah sementara sebagian teman wanita tetap yakin bisa masuk sekolah lagi pada bulan Februari. Saya akhirnya hanya tinggal dan bermain di rumah, sambil terus melihat gedung sekolahku, kebetulan tak jauh dari rumah, dan membayangkan jangan-jangan saya sudah tidak bisa lagi datang ke sekolah saya itu.

Kamis (15 Januari 2009)

Malam itu (Rabu malam) menakutkan dan saya terbangun dari tidur hingga tiga kali karena dengar bunyi tembakan senjata artileri. Besok hari Kamis, kami sudah tak boleh ke sekolah karena aturan larangan itu berlaku.

No comments:

Post a Comment